A Letter to My Daughter Explaining Why I Resigned from My High-Paying Job


  • Aruna,
  • Bapak mengetik ini di kantor, sebuah perusahaan BUMN di area Sudirman Jakarta. Dari meja Bapak di lantai 31 ini, kita bisa melihat Jakarta yang sibuk dan selalu bergerak, juga melihat gedung DPR yang bentuknya mirip pantat.

    Nak, sebentar lagi Bapak resign. Tidak perlu lagi menembus kemacetan setiap pagi & petang. Bapak mungkin akan lebih banyak di rumah, memelihara tanaman, mengambil jeda untuk kembali evaluasi menemukan reason of being Bapak.

  • Selama ini Bapak merasa hidup dengan banyak keraguan dan ketakutan tidak sesuai ekspektasi 'standard sukses' orang-orang. Bapak pun jarang mengeksplorasi dan bertanya ke diri sendiri, apa sih yang benar-benar Bapak mau? Apa hal yang membuat Bapak bangun pagi tanpa menggerutu atau hal yang tidak membuat Bapak cemas di Minggu malam hingga sulit tidur?

  • Di hidup yang sangat singkat ini, Bapak masih belum merasa bertemu itu, atau mungkin sudah tapi bapak terlalu takut untuk percaya. Kali ini, Bapak ingin coba berani mengambil keputusan yang radikal. Merelakan gaji bulanan yang lumayan itu dan mengikuti kesukaan Bapak. Apa yang Bapak suka? Yah mungkin tulis-menulis, membaca buku-buku, berkreasi dengan multimedia agar hidup bisa kita dokumentasikan dengan cantik dan diromantisasi dengan perayaan kecil-kecil.

  • Keputusan Bapak adalah sebuah kesepakatan dengan ibu. Ibu tahu, Bapak sangat terinspirasi film Captain Fantastickalau kelak punya anak, Bapak pengen membesarkannya dengan pengetahuan kontekstual, ala ala unschooling (tentu kita takar sesuai kebutuhan kita). Tepatnya, Bapak masih belajar untuk menyiapkan itu. Bismillah kita punya waktu yah Aruna. Pas keinginan resign Bapak muncul lagi, Ibu tidak begitu kaget. Yang kaget justru rekan kerja Bapak di kantor. Mereka (hampir semua) menganggap ide menjadi stay home working dad  adalah becanda, padahal Bapak serius loh!

  • Bapak sudah terbiasa terlibat dalam pembagian tugas domestik rumah tangga,  termasuk menyiapkan kamu berangkat ke daycare setiap hari. Bapak percaya ini cuma butuh jam terbang aja agar bisa semahir Ibu. Ibu juga tidak keberatan, dia mau memberikan ruang untuk Bapak mengeksplorasi peluang-peluang menafkahi keluarga dari rumah. Ibu yakin Bapak bisa dan assurance dari Ibu ini yang menguatkan Bapak. Kami juga baca kisah orang lain di artikel ini, keterlibatan aktif figur Bapak dalam parenting justru menguntungkan tumbuh kembang anak, utamanya kemampuan berbahasa dan skill cognitive. Semoga ya Aruna!

  • Di tahun 2017 (jauh sebelum bertemu Ibu) Bapak pernah menulis ini:
Aku curiga, telah membeli barang-barang yang kurang guna
misalnya,
kalender di dinding
yang senang menjatuhkan tanggal-tanggal dan hanya menyisakan hari Sabtu dan Minggu 
juga,
satu lingkaran arloji berisi 12 jam
yang tak pernah kunikmati semuanya
harusnya kupakai setengah lingkar saja
untuk kunikmati selepas pulang kerja
dan setengahnya lagi kupeluk
dan kutikam ke kanak-kanak
yang ada dalam diri

Bapak sudah sejak lama menyadari bekerja di korporat tidak memberikan kepuasan batin. Untuk alasan pragmatis, Bapak bertahan kurang lebih 8 tahun mengumpulkan kapital dan keberanian. Sekaranglah, Bapak merasa ini waktunya tepat.

Hidup setelah ini akan banyak berubah. Kita pelan-pelan saja sambil meresapi keberkahan hidup yang lain, misal semakin banyak waktu bersama keluarga, berjemur, berolahraga, menulis, baca buku-buku menarik dan tidur cukup. 

Bapak ingin berani punya kontrol dan bertanggung jawab atas hidup Bapak sendiri dan keluarga kita. Bapak tidak lagi ingin menjadi orang yang suka mengeluh dan marah-marah karena perasaan tidak berdaya melawan sistem. Sia-sia sekali rasanya menjalani hidup seperti itu nak. Bapak dan Ibu sedang mengupayakan sistem yang mencukupkan kebutuhan keluarga kita. Jalannya mungkin tidak akan selalu mulus dan kita tidak pernah tahu rasanya kalau belum dicoba. Kalau kita di tengah jalan merasa capek, kita mesti sering-sering pelukan untuk saling menguatkan.

Kasih Bapak waktu yah Aruna.

Write a comment