Kabur dari Jakarta Menuju Tanakita dengan Kendaraan Umum

Tanakita Situ Gunung Suspension Bridge

Hidup di Jakarta yang penuh asap kendaraan, macet, dan rutinitas kantor yang itu-itu aja membuat kami sesekali butuh untuk kabur mencari udara segar dan rekreasi tipis-tipis. Ada satu lokasi di Sukabumi yang sudah dari lama masuk dalam wishlist kami namun baru kesampaian dikunjungi pas weekend kemarin (01/01/2022), nama tempatnya adalah Tanakita.

Saya tahu Tanakita sudah dari lama, tempat ini pernah menjadi venue konser Float2Nature band favoritku. Lokasinya di Sukabumi berjarak sekitar 106 km dari rumah kami di Jakarta Timur. Informasi di website mereka sangat jelas mengenai service, harga, dan cara menuju lokasinya. Membuat kami mantap mengunjungi tempatnya.

Kami memulai perjalanan pagi sekali jam 06.00 WIB dari Stasiun Jatinegara menuju Stasiun Bogor menggunakan KRL. Sekadar saran, sebaiknya langsung saja ke Stasiun Cawang, karena tidak ada kereta langsung dari Jatinegara - Bogor.

Tiba di stasiun Bogor jam 08.00 WIB, kami mencari informasi ke petugas mengenai kereta dari Bogor (Stasiun Paledang) menuju Sukabumi (Stasiun Cisaat). Ternyata, sejak awal tahun 2021 rute kereta tersebut ditutup. Jadi kami mesti menggunakan elf menuju Sukabumi.

Sabtu pagi suasana stasiun cukup lengang. Kami mampir buat sarapan Soto Mi Bogor di depan stasiun. Rasanya lumayan lah. Per porsi 15 ribu. Saya makannya tidak pakai nasi, karena masih dalam program no sugar no carbs nih. Seporsi  cukuplah buat mengisi tenaga menuju Sukabumi.

Dari depan stasiun, kami naik angkot 07 menuju terminal Baranangsiang. Lokasi terminal tidak terlalu jauh dari stasiun, kira-kira 12 menitan lah atau setara muterin 3 kali Queen kami sudah tiba di Terminal Baranangsiang.

Di depan terminal sudah banyak menunggu elf tujuan Sukabumi. Perlu jadi perhatian, di dalam elf terdapat 3 baris penumpang yang masing-masing baris diisi 4 orang sehingga most likely akan dempet-dempetan dan tidak bisa social distancing.

Kami memilih duduk di baris paling belakang dengan pertimbangan tidak terganggu apabila ada penumpang yang mau naik atau turun. Tidak beberapa lama, elf sudah penuh penumpang dan berangkat.

Serunya menggunakan public transport adalah selalu ada kejutan. Belum berapa lama jalan, elf kami pecah ban di tol. Semuanya aman, kecuali si abang supir ga bawa ban serep! Ada penumpang yang marah-marah karena khawatir daging ayam yang dibawa busuk kalau kelamaan di jalan, sisanya memilih santai, main hape, ngerokok sambil jongkok di tol. Kami masuk ke golongan santai sambil main hape setelah tahu kalau ban serep sedang proses pengantaran menuju lokasi.

Masalah ban pecah bisa diatasi dan kami melanjutkan perjalanan ke Sukabumi. Jarak tempuh 60 km ditempuh dalam waktu kurang lebih 2 jam. Saya tidak bisa fokus beristirahat selama di perjalanan, supir elfnya kebut-kebut dan sering sekali menyalip kendaraan lain dengan mengambil sisi jalan arah berlawanan. Sedang Cendi sama sekali tidak terganggu, disebelahku dia molor sepanjang perjalanan.

Jangan lupa, kasih tau supir untuk turun di pertigaan Cibolang. Dari sana kami menyambung lagi angkot jurusan ke Pasar Cisaat, kemudian kami melanjutkan dengan angkot bewarna merah menuju Kadudampit, turun di gerbang Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.

Hati-hati saat memasuki gerbang Taman Nasional Gede Pangrango, ada petugas yang meminta kami membayar karcis masuk, tetapi ketika bilang kami mau menginap dan sudah reservasi di Tanakita, mereka mempersilakan masuk tanpa membayar.

Lokasi Tanakita jaraknya kira-kira 200 meter dari gerbang, plangnya tidak terlalu besar tapi cukup mudah ditemukan.

*****

Kami tiba di Tanakita sekitar jam 1 siang. Perut sudah keroncongan. Kami dipersilakan makan siang dulu sambil menunggu tenda disiapkan. Oh iya, harga menginap di Tanakita RP 550 ribu/pax dan sudah termasuk 3 kali makan. Kamu bisa memilih makan siang saat check-in atau besoknya sebelum check-out.

Impresi pertama saya terhadap Tanakita sangat menyenangkan. Lokasi asri, pohon tinggi menjulang, suara serangga-serangga hutan dan keramahan staff  Tanakita membuatku merasa tenang.

Tenda kami lumayan luas, di dalamnya ada 3 kasur busa ukuran single. Di dalam tenda sudah disiapkan colokan listrik dan lampu bohlam untuk penerangan. Meski sinyal di tenda tidak terlalu bagus, tapi tidak menganggu kenyamanan kami.

Di lokasi camping terdapat saung untuk sholat, disediakan sarung dan mukena yang bersih. Airnya dingin sekali sehingga setelah wudhu rasanya adem banget. Kamar mandi dipisah antara male dan female, masing-masing dipisah menjadi beberapa bilik mandi dan bilik toilet. Di sini ada air hangat juga. Sungguh sebuah pengalaman camping manja yang menyenangkan. Akan tetapi, perlengkapan mandi dan handuk mesti kamu bawa sendiri yah!

Sore hari, kami menghabiskan waktu bersantai sambil minum teh hangat dilengkapi cemilan pisang gulung dan bakwan complimentary dari Tanakita. Yak, ini mengandung sugar dan carbs, tapi boleh deh sesekali, mumpung di sini.

Sekitar 1 km dari lokasi Tanakita, kami berjalan menuju Danau Situ Gunung. Bagiku kurang begitu menarik sih. Di lokasi banyak sampah dan sesak dengan muda-mudi yang berisik.

Malam hari suasana semakin asyik. Dari tenda, kami bisa melihat city light kerlap-kerlip. Dihidangkan ikan mujair bakar plus sambal dabu-dabu sebagai menu makan malam. Kami makan di dekat api unggun sambil menonton final sepakbola piala AFF Indonesia - Thailand.

Hujan beberapa kali mengguyur Tanakita di malam hari, namun kondisi di dalam tenda aman-aman saja. Tidak ada nyamuk samsek di dalam tenda. Kami tidak menonton sepakbola sampai habis dan memutuskan untuk kembali ke tenda untuk cuddling sambil ngobrol sampai tertidur.

*****

Suasana pagi hari di Tanakita, ingin selalu kukenang. Hari Minggu hadir sangat lambat. Kami sarapan nasi goreng dan nugget sambil melihat monyet-monyet (banyak sekali) bermain, berpindah dari satu pohon ke dahan pohon yang lain.

Setelah sarapan, kami memutuskan berkunjung ke Curug Sawer. Ada 3 jalur menuju Curug Sawer. Jalur hijau (VIP) bayar 100 ribu, jalur kuning bayar 75 ribu, dan jalur merah bayar 50 ribu. Jalur merah memiliki rute paling panjang (3.7 km) dengan medan yang cukup terjal (niatnya sambil olahraga). Kami rasa jalur merah ini masih cukup kids friendly. Dengan 50 ribu, kita juga sudah dapat sarapan teh manis, rebusan pisang dan singkong.

Sebelum sampai di curug Sawer, kita akan melewati suspension bridge Situ Gunung yang terkenal terpanjang di Asia Tengggara (243 meter). Jujurly, pengalaman melewati ini tuh agak menegangkan sih. Kalau lihat ke bawah, bikin lutut gemetar. Yang bikin tenang, karena kulihat petugasnya semua professional, kita dibriefing sebelum melewati jembatan dan juga dihitung jumlah orang yang melintas.

Menuju curug sawer, jalan akan banyak menurun. Air di curug sawer dingin sekali. Kayak air es. Kami cuma main-main air sebentar di sungai lalu pulang kembali ke  Tanakita bersiap check-out. Di sekitar curug, kamu bisa sewa tikar untuk piknik bersama keluarga (harga 20 ribu), river tubing (harga 50 ribu) atau sambil kulineran di warung-warung pinggir sungai. Ku sebenarnya ingin sekali makan indomie goreng telur, tapi keinginanku maju mundur karena indomie kan karbo semua yah bun. Jadi niatnya kubulatkan aja untuk engga dulu deh!

Tapi sayang sekali. Di pintu keluar, kami ketemu penjual es teler. Ini sih menggoda iman sekali. Langsung gas!

Bersyukur kami punya rejeki bisa ke Tanakita. Kami mungkin akan mencoba berkunjung lagi apabila jalur kereta Paledang - Cisaat sudah dibuka lagi. In the meantime, kalau kamu mau ke sana juga dengan cara ngeteng kendaraan umum, contekannya sudah kami rangkumin di bawah ya!

Best Regards

Juandha




Write a comment